Peningkatan Kualitas Guru


Peningkatan Kualitas Guru
Oleh: Ahmad Muttaqillah


Banyak sudah program yang digulirkan pemerintah dalam rangka peningkatan kualitas guru di Indonesia. Di antara program-program itu adalah pelatihan guru seperti Pendidikan Profesi Guru (PPG), Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG), MGMP, dll..

PPG adalah pendidikan tinggi setelah program pendidikan sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus dalam menjadi guru. Pendidikan profesi guru harus ditempuh selama 1-2 tahun setelah seorang calon lulus dari program sarjana kependidikan maupun non sarjana kependidikan.

PPG merupakan program pengganti akta IV yang tidak berlaku muali tahun 2005. Pendidikan Profesi Guru (PPG) merupakan suatu upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas guru.

PLPG ini diadakan bagi guru yang sudah memenuhi syarat untuk menerima tunjangan profesi (sertifikasi) agar dapat meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru sebagai pengganti diharapkan. PLPG sendiri hadir sebagai ganti dari porptofolio yang dinilai kurang maksimal dalam menjaring guru agar lulus sertifikasi.[1]

MGMP merupakan singkatan dari musyawarah guru mata pelajaran yang berperan sebagai wadah guru untuk saling bertukar informasi tentang pembelajaran.[2]

Apa pun hasilnya dari program-program pemerintah yang ada pasti tak akan memuaskan, namun demikian upaya sudah dilakukan. Hala yang paling urgen adalah bentuk-bentuk pelatihan semacam itu adalah membosankan bagi para guru. Semisal PPG, dilakukan padahal para guru sudah mengajar bertahun-tahun, namun dalam pola pelatihannya mereka disuruh praktik mengajar kembali di sekolah. Hal ini dapat diakatakan panas setahun, basah diguyur hujan sehari. Mengapa, ya pekerjaan dari itu ke itu juga. Apa yang dilakukan guru kemarin-kemarin seolah-olah tak ada artinya.

Begitu juga dengan MGMP, Bahkan menurut Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim istilah MGMP, kata dia, kerap dijadikan anekdot untuk singkatan 'makan, guyon, minum dan pulang'.[3]

Kerugian
Pertama, boleh jadi upaya semacam itu hasilnya akan bermasalah, mungkin saja nihil. Bedanya adalah pada saat PPG, para guru diawasi oleh dosen dan guru pamong. Bila mengajarnya sesuai dengan tupoksi kurikulum PPG, nilainya akan bagus.

Kedua, tentu hasilnya akan jauh dari harapan. Dikatakan demikian para guru itu dipaksa untuk melakukan pengulangan kerja dengan pengawasan, dengan harapan akan menjadi berkualitas. Sekalipun ditambah ilmu keguruan juga percuma karena mereka kebanyakan lulusan S1 Keguruan. 

Ketiga, biaya yang dikeluarkan pemerintah cukup besar, karena itu proyek. bukan saja biaya pemerintah, tetapi juga secara swadaya para guru itu berusah mengeluarkan biaya tambahan lain. belum lagi mereka yang honornya minim dari sekolah tempat mereka mengajar, di samping itu mereka harus meninggalkan keluarga dengan jarak dan waktu yang panjang.

Kempat, program semacam itu sama saja mengajarkan harimau berburu di hutan yang sejak lahir harimau itu hidup di hutan. Artinya semua sia-sia.

Solusi
Lebih baik para guru diajak studi banding ke luar negeri ke negara-negara maju dalam waktu sekian bulan dengan biaya pull dari APBN. Ada program tukar pikiran dengan sekolah luar, berbagi pengalaman, dll. di samping mereka menimba ilmu sambil rekreasi. Artinya perlakukan mereka sebagai guru inspiratif, bukan guru konsumtif, yang menunggu makanan dari pihak atasan.



[1] Madyoi. 2012. http://madyoi.blogspot.com/2012/07/panduan-plpg-untuk-sertifikasi-guru.html
[2] Ariani Paramitasari. 2017. https://pramitasariariani.blogspot.com/2017/02/apa-itu-mgmp.html
[3] Republika. https://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/18/11/07/phtgho335-kemendikbud-klaim-telah-optimal-bina-mgmp

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOAL AKHIR SEMESTER KELAS 4 SD BESERTA KUNCI JAWABAN

Jenis-Jenis kalimat Majemuk Setara

Kisi-Kisi Soal Akhir Semester Kelas 4