Makna, Tujuan, dan Sejarah Politik Identitas

 Oleh: Ahmad Muttaqillah



Makna politik identitas berbeda dengan identitas politik dan yang lebih jauh makna politisasi agama. Kali ini kita akan membahas makna politik identitas saja. Makna identitas politik dan politisasi agama akan diturunkan pada tulisan kali yang lain, insya Allah.

Bisa jadi politik identitas ibarat dua mata pisau yang tajam. Keduanya dapat digunakan untuk hal yang positif ataupun negatif.

Banyak sekali makna politik identitas yang bertebaran di media sosial. Bila kita meneliti secara cermat makna-makna poiltik identitas yang tersebar di berbagai media sosial dapat diamati sebagai berikut.

1.   Seorang calon pemimpin nasional dan daerah memilki kejelasan identitas dirinya diantaranya agama yang dianut, asal suku, pendidikan, latar belakang keluarga, dan lain-lain. Hal ini juga berlaku bagi calon legislatif.

2.  Setiap partai yang berlambang agama, atau yang lainnya. Misalnya Partai Persatuan Pembangunan berlambang Ka’bah bermakna sebagai partai Islam sebagai simbol persatuan umat. Partai Golongan Karya berlambang pohon beringin, dapat dimaknai rajin berkarya dan melindungi rakyat, Partai Demokrasi Perjuangan berlambang kepala banteng yang dapat dimaknai selalu gigih berjuang dan bijak dalam memimpin, dan sebagainya.

3.  Calon pemimpin atau caleg, yang selalu berjubah dan bergaya muslim atau muslimah yang taat, sebagai daya tarik kepada masyarakat awam agar dapat dipilih. Padahal sebelumnya ia tidak terbiasa berbusana demikian.

4. Orang-orang yang membicarakan masalah politik dengan bertopi sinterklas, dalam rangka mendukung salah satu pemimpin atau calon pemimpin yang mereka dambakan.

5.  Calon pemimpin atau Caleg rajin ke tempat-tempat ibadah atau majlis taklim dengan dengan bersedekah, dll.

6.    Calon pemimpin atau Caleg yang rajin bersilaturahmi kepada masyarakat dalam rangka sosialisasi dirinya agar dikenali oleh massa calon pemilih.

7.  Calon pemimpin atau Caleg mereka akan berpakaian sesuai dengan adat dan agama yang berlaku di daerah kunjungan baik dalam kampanye maupun di luar kampanya, biasanya yang bersangkutan tak biasa berpenampilan demikian.

8.  Pemimpin partai yang mengidentikkan dirinya pada tokoh-tokoh nasional sebagai pendahulunya atau tokoh nasional lainnya yang terdahulu.

9.  Ingin berbeda dari yang lain baik gaya, gestur dan busana pada saat-saat kunjungan ke berbagai daerah, yang pada biasanya yang bersangkutan tak terbiasa demikian.

10.Tuntutan masyarakat bahwa calon pemimpin maupun caleg harus jelas identitas dirinya: Apa agamanya, Apa sukunya, Apa pendidikannya, dan bagaiman latar belakangnya baik keluarga maupun kehidupannya. Yang selebihnya adalah apakah dia seorang yang taat beragama atau tidak. Apakah juga seorang ateisme, politeime atau monoteisme, dsb. juga harus jelas identitasnya.

Ada pula yang mengatakan bahwa politik identitas adalah praktik politik yang berfokus pada isu-isu dan masalah-masalah yang berkaitan dengan identitas kelompok tertentu, seperti etnis, agama, gender, orientasi seksual, dan sebagainya.

Dalam politik identitas, kelompok-kelompok ini dilihat sebagai unit politik yang memiliki kepentingan dan kebutuhan yang berbeda-beda yang harus diwakili dan dipertahankan oleh para pemimpin politik.

Politik identitas bisa mencakup berbagai bentuk aktivitas dan perjuangan untuk hak-hak kelompok tertentu, termasuk hak-hak sipil, hak-hak politik, dan hak-hak ekonomi.

Namun demikian, ada juga kalangan yang mengkritik terhadap politik identitas karena menganggap bahwa politik macam itu fokus pada identitas kelompok tertentu sehingga dapat memecah-belah masyarakat dan memperkuat kesenjangan dan ketidaksetaraan.

Sebenarnya makna politik identitas ibarat dua mata pisau, yaitu dapat dimaknai secara positif maupun secara negatif.

Secara positif, mayoritas masyarakat Indonesia pada umumnya menghendaki adanya kejelasan identitas secara terperinci calon pemimpin nasional maupun daerah dan anggota DPR/DPRD dalam Pemilu yang dalam pepatah dikatakan agar tidak seperti memilih kucing dalam karung.

Identitas yang dimaksud adalah agama, etnis, latar belakang, dan lain-lain. Mayoritas kaum muslimin lebih mendasari politiknya pada agamanya. Demikaian pula pada agama-agama yang lain.

Makna negatifnya adalah semua identitas itu digunakan sebagai kepura-puraan belaka dalam rangka meraih simpatik masyarakat yang sebanyak-banyaknya dengan berbagai ragam dengan upaya tipu-tipu dan kebohongan sebagai modal dasarnya.

Tujuan Politik Identitas

Tujuan politik identitas tak lain adalah untuk mendapatkan simpatik yang sebanyak-banyaknya dari masyarakat mayoritas dengan metode dan gayanya masing-masing. Tujuan ini sejalan dengan batasan-batasan yang tertera di atas.

Latar Belakang Munculnya Istilah Politik Identitas

1.  Munculnya istilah politik identitas dan ketidaksukaan terhadap politik identitas adalah tidak terlepas dari kekalahan Ahok vs Anies Rasyid Baswedan dalam pemilihan Gubernur di Jakarta pada tahun 2017. Anies Rasyid Baswedan meraih kemenangan dalam Pilgub tersebut.

Anies Rasyid Baswedan didukung oleh kelompok-kelompok religius muslim maupun sebagian nionmuslim dan kaum nasionalis.

2.  Mayoritas kaum muslimin Indonesia sebagai acuannya adalah Alquran surat Almaidah ayat 51 dan ayat 57, baik pemaknaan secara tekstual maupun secara kontekstual. Bunyi surat Almaidah ayat 51:

۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ ٱلۡيَهُودَ وَٱلنَّصَٰرَىٰٓ أَوۡلِيَآءَۘ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٖۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمۡ فَإِنَّهُۥ مِنۡهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّٰلِمِينَ ٥١

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai auliya’; sebagian mereka adalah auliya’ bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka sebagai auliya’, maka sesungguhnya dia termasuk sebagian mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”

Bunyi surat Almaidah ayat 52:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ ٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ دِينَكُمۡ هُزُوٗا وَلَعِبٗا مِّنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ مِن قَبۡلِكُمۡ وَٱلۡكُفَّارَ أَوۡلِيَآءَۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ٥٧

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.”

Sejak kali pertama merdeka para tokoh agama selalu menyuarakan ayat ini. Ya, karena ayat ini sudah ada sejak 14 abad yang lalu. Namun calon gubernur Basuki Cahya Purnama (Ahok) yang nonmuslim dan pendukungnya (ada yang muslim dan nonmuslim) tidak nyaman dengan disuarakannya ayat ini oleh para tokoh agama Islam. Dari sinilah muncul istilah politik identitas yang tidak disukai oleh sebagian mereka.

Lalu siapa lagi mereka? Di antara mereka ada yang tak paham makna politik identitas, ada pula yang ikut-ikutan saja, dan atau memaknai sendiri makna politik identitas bukan berdasarkan fakta yang berkembang.

Jadi sekarang adalah kebencian terhadap politik identitas sedang dipasarkan. Nanti kita lihat laku dan tidaknya di masyarakat. Namun bila dilihat dari definisi-definisi di atas tidak akan laku dagangan ini. Apakah politik identitas dimaknai positif maupun negatif.

Kesimpulan

Politik identitas tampaknya merupakan produk hukum alam yang terkait dengan hukum kausalitas yang berjalan pada kondisi alam perpolitikan Indonesia. Menentang politik identitas sama saja dengan menentang hukum alam.

Artinya sampai hari kiamat polemik politik identitas tak akan selesai. Apalagi memberantas politik identitas itu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenis-Jenis kalimat Majemuk Setara

SOAL AKHIR SEMESTER KELAS 4 SD BESERTA KUNCI JAWABAN

Kisi-Kisi Soal Akhir Semester Kelas 4